Minggu, 19 September 2010

TANDA YANG NGGAK MUNGKIN ADA DI LUAR NEGERI: A STORY ABOUT "TERORIS PAKU"

Barangkali saya terlalu yakin dengan judul tulisan ini. Tapi buat saya tidak masalah, karena pasti saya akan mendapatkan pencerahan dari teman-teman jika saya keliru. Bahwa judul tulisan saya ini berasal dari foto ini. Perhatikan baik-baik...



Foto tersebut di atas saya ambil ketika berkesempatan ngacir melalui jalan by pass, tepatnya setelah perempatan Utan Kayu, Jakarta Timur menuju ke Rawasari, Jakarta Pusat. Di atas jalan layang tersebut ada tanda yang Anda bisa lihat di sebelah kiri foto. Tanda yang diberi judul: "RAWAN PAKU".

Anda pasti tahu kenapa tanda lalu lintas tersebut judulnya "RAWAN PAKU". Sebab, di jalan tersebut sering ada paku. Bukan paku yang tidak sengaja berada di jalan tersebut, tetapi paku yang ditaburi oleh oknum-oknum yang sengaja ingin memanfaatkan jalan yang banyak dilalui oleh aneka kendaraan, baik itu mobil atau motor.

Tujuan oknum tersebut menaburi paku tak lain tak bukan agar ban kendaraan yang melintas di situ kempes. Jika kempas, otomatis Anda memberhentikan laju kendaraan Anda. Mending kalo kendaraan Anda dalam kondisi pelan. Bayangkan jika laju kendaraan Anda dalam kondisi ngebut, ban yang tiba-tiba kempes akan sangat berbahaya.

Namun itulah pekerjaan oknum itu, yang saya sebut saja sebagai "teroris paku". Sebetulnya saya tidak mau menuduh, tetapi oleh karena banyak kejadian dan beberapa orang mempunyai pengalaman yang sama, ya terpaksa saya harus menuduh. Bahwa ada dua oknum yang menjadi "teroris paku" ini. Pertama tukang tambal ban dan penjambret yang mangkal di sekitar situ.




Kenapa tukang tambal ban? Sebab, mereka butuh customer. Nah, customer mereka adalah para pemilik kendaraan yang ban mereka kempes. Kalo ban kempes wajar, tentu tukang tambal ban ini akan menunggu tanpa kepastian. Harap maklum, mayoritas nggak percaya rezeki pasti datang dari Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, tukang tambal ban ini pakai cara short cut, yakni dengan menaburi paku beberapa meter dari tempat tambal ban. Berharap paku-paku yang mereka taburi akan menunjukan hasil yang cukup baik untuk bisnis mereka.

Kenapa penjambret? Sebab, ketika ban kendaraan kita kempes, mau tak mau kita akan melihat. Nah, pada saat kita lengah, tak waspada, penjambret tersebut memanfaatkan situasi tersebut. Pertama si penjambret sok ingin membantu, padahal ada salah satu orang yang "menggerayangi" isi di mobil Anda. Pasti Anda atau teman Anda punya pengalaman ini.

Nah, oleh karena sering ada "teroris paku", maka Polisi membuat tanda lalu lintas berjudul "RAWAN PAKU". Saya pikir tanda ini nggak mungkin ada di luar negeri. Sebab, di luar negeri tukang tambal ban nggak kayak di Indonesia ini, ada di pingir-pingir jalan, dimana mereka siap menerima hasil korban "taburan paku". Memang nggak semua "teroris"...

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

GALI TERUS, PERSETAN DENGAN WARGA

Setidaknya ada tiga perusahaan milik negara, dimana salah satu proyek “utama” mereka adalah gali lubang-tutup lubang. Ketiga perusahaan tersebut kalau tidak Telkom, PLN, ya PAM . Sepertinya tak ada hari tanpa menggali lubang.

Benar, proyek tersebut dalam rangka melakukan sebuah instalasi, baik itu kabel telepon, listrik, atau pipa air. Namun, saya melihatnya mereka tidak punya visi atau berkordinasi satu sama lain, sehingga begitu sekali menggali, tiga perusahaan bisa sekaligus bisa ikut “menikmati”. Tapi dasar saya bodoh, jadi tidak tahu kalau gali lubang-tutup lubang termasuk bagian dari proyek masing-masing instansi. Kalau sekaligus bikin lubang untuk tiga perusahaan, uang proyek tidak dinikmati oleh oknum-oknum di tiga perusahaan itu dong?


Menggali tanpa pemberitahuan sebelumnya pada seluruh warga di situ. Apakah warga sebagai konsumen tak punya hak untuk menolak dengan alasan tanpa pemberitahuan?

Buat konsumen pengguna jalan, hal ini tentu sangat merugikan. Kenapa? Lubang-lubang mereka menambah kemacetan jalan. Baiklah kalau cuma sekali seumur hidup lubang digali dan kemudian setelah ditutup tidak akan digali lagi. Namun yang terjadi, lubang-lubang yang digali itu sebagian besar juga pernah digali sebelumnya. Uh, dasar memang ingin dijadikan proyek aja!

Yang menyebalkan, ketika sudah ditutup lubangnya, jalan yang tadinya bagus, menjadi tidak sesuai dengan asli. Penutupan lubang cenderung asal-asalan. Hebatnya, kita sebagai konsumen pengguna jalan sulit sekali untuk protes langsung pada si pemilik proyek. Setahu saya sampai sekarang tidak pernah terjadi perusahaan penggali lubang itu yang diadili hanya gara-gara menutup lubang jalan asal-asalan. “Nggak penting banget!” begitu pikir kita.

Terakhir di jalan dekat rumah saya, PAM tiba-tiba menggali jalan sepanjang beberapa ratus meter. Pengalian ini tanpa ada surat pemberitahuan sebelumnya dari Kelurahan kepada warga sekitar. Ibaratnya, tidak ada ba-bi-bu atau basa-basi sedikit pun dari PAM untuk menyusahkan warga, karena ada penggalian. Sungguh egois! Tapi sekali lagi, konsumen tidak dianggap oleh perusahaan negara ini. “Ah, cuekin aja! Kalau ada yang protes, biarkan saja,” begitu pikir PAM.


Mobil-mobil warga di situ tidak bisa lewat gara-gara ada galian, kecuali motor. Kita lihat apakah PAM akan menutup galian tersebut seperti sediakan alias tidak asal-asalan.

Padahal jalanan di kampung dekat rumah saya itu cukup vital. Ada banyak mobil yang hilir mudik melintas di situ. Jadi sungguh aneh jika sebuah perusahaan sekelas PAM tidak memiliki etika. Namun barangkali etika perusahaan PAM atau PLN memang begitu kali ya? Tanpa beri tahu, langsung gali lubang. Tanpa ada surat, tiba-tiba air PAM mati atau listrik byar pet.

Beruntunglah warga di kampung ini baik. Padahal bisa saja warga sekitar situ protes, karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Mereka merasa dirugikan dan PAM sangat menyusahkan. Mobil-mobil mereka terpaksa harus diungsikan dan PAM tidak merasa bertanggungjawab untuk menyediakan tempat parkir, apalagi sampai menjaga keamanan.

Apakah lubang-lubang sedalam 1,5 meter ini akan ditutup dengan baik seperti sediakala? Saya akan perlihatkan kembali pada Anda proyek gali lubang-tutup lubang ini. So, ikuti kisah selanjutnya. Sebab, proyek ini sudah berjalan hampir satu minggu ini dan sepertinya masih akan menghabiskan beberapa hari lagi.

cc +Pemda DKI Jakarta

Selasa, 25 Mei 2010

NO TIP TETAP AJA NGASIH TIP

Orang Indonesia kebanyakan nggak enakannya. Maksudnya, selalu punya rasa sungkan. Barangkali perasaan ini yang termasuk salah satu budaya kita. Nggak enak menegur orang tua, meski orangtua kita punya salah. Nggak enak sama polisi, sudah menstop kita, masa kita nggak ngasih duit. Nggak enak pula sama petugas parkir di mal, meski kita tidak punya kewajiban ngasih tip ke mereka.

Meski di tembok sudah jelas-jelas dilarang memberi tip, kita tetap punya rasa nggak enak pada petugas parkir, ya nggak? Kita tetap ngasih duit, ya minimal 500 perak. Syukur-syyukur bisa ngasih 1.000 atau 2.000 perak. Kita pasti punya rasa kasihan.



"Kasihan ah sudah membantu kita parkirin mobil. Ngasih duit seribu nggak bikin kita miskin kan?"

Memang sih nggak miskin, tetapi kebiasaan melanggar dari rasa tidak enak itulah yang melahirkan mental-mental pelanggar. Orang Indonesia jadi terbiasa melanggar. Betul nggak sih?

"Ah, cuma begitu doang, kok. Nggak menyusahkan orang kan?"

"Ya, itung-itung bagi-bagi rezeki lah."

Begitulah alasan kita ketika melakukan "pelanggaran" kecil-kecilan dengan memberikan tip, termasuk saya kadang-kadang melakukan hal yang sama. Kondisi kayak begini, rasanya cuma ada di Indonesia.


photo copyright by Brillianto K. Jaya

Jumat, 26 Maret 2010

MUMPUNG ADA HALTE BUSWAY


Ini adalah jembatan menuju halte busway di Tosari, Sudirman, Jakarta Pusat. Ada gedung di sebelah kiri itu adalah gedung IOB. Gedung yang dahulu bekas lokasi gedung Kartika Chandra ini kebetulan persis di depan jembatan halte busway.


Mumpung di depan ada jembatan penyeberangan dan halte busway, manajemen gedung IOB memanfaatkan fasilitas tersebut dengan membangun jalan dari dalam gedung menuju jembatan. Enak banget ya? Saya nggak tahu, pihak IOB-nya sudah izin Pemkot DKI atau enggak, tapi kondisi begini cuma di Indonesia.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

MEMANFAATKAN JEMBATAN TAK TERPAKAI


Jembatan busway ini persis di depan perusahaan PT. Bintang Tujuh yang memproduksi Extra Joss. Gara-gara halte belum dimanfaatkan, karena Koridor X belum beroperasi, maka jembatan ini belum produktif. Oleh karena itulah jembatan ini dimanfaatkan oleh pedagang rokok yang ada di samping jembatan buat meletakkan barang-barang. Enak bener!

Photo copyright by Brillianto K. Jaya

Sabtu, 27 Februari 2010

MENUTUP JALAN TANPA PERMISI

Entah tradisi atau memang nggak punya sopan santun. Orang Indonesia itu punya kebiasaan menutup jalan tanpa izin. Perhatikan di sekitar rumah Anda atau jalan raya, banyak orang yang seenaknya menutup jalan guna keperluan pribadinya. Ada yang menutup jalan raya, karena rumahnya mengadakan hajatan perkawinan atau halal bi halal. Ada yang menutup jalan kompleks yang sebenarnya biasa dilalui kendaraan umum gara-gara ada acara keluarga. Ada pula yang menutup jalan cuma buat main bola.


Ibu-ibu ini mengaji di jalan umum persis di depan rumah saya tanpa izin. Perhatikan pagar di sebelah kiri. Itu pagar rumah saya.

Di rumah saya, Jumat kemarin tiba-tiba sudah dipenuhi oleh ibu-ibu pengajian. Panitia atau ketua pengajian tanpa basa-basi meminta izin pada saya buat menutup jalan persis di depan pagar rumah saya. Ini yang membuat saya dan istri marah banget, gokil aja, mereka menggelar karpet dan duduk di depan pagar rumah saya. Untung kami lagi nggak mengadakan acara, coba kalo iya, tentu lalu lintas tamu-tamu saya bakal terganggu. Itu baru tamu, belum kendaraan yang harus dikeluarkan dari garasi atau catering yang harus diangkut, pasti akan repot banget.


Ibu-Ibu yang saya foto dari atas balkon rumah saya.

Saya nggak sebel dengan pengajian. Nggak marah pada orang yang melakukan aktivitas positif dengan melakukan kumpul dan menyenandungkan ayat suci Al-Qur'an. NO! Yang saya sebal, kebiasaan orang Indonesia yang melakukan pengajian atau ceramah di jalan tanpa izin. Main enak aja menutup jalan, sehingga merepotkan orang lain. Kalo dibiasakan begitu, ini bikin malu orang Islam. Setahu saya nggak ada dalam ayat Al-Qur'an pengajian atau ceramah akbar di jalan raya yang membuat orang jadi sebal?


RUANG MEROKOK YANG KOSONG

Sungguh memilukan nasib ruang merokok yang tersedia di beberapa tempat. Ruang-ruang ini sebenarnya dibuat untuk memenuhi kewajiban pihak gedung, entah itu gedung perkantoran atau mal, agar menghimpun para perokok agar jangan merokok sembarangan. Eh, nyatanya mayoritas ruang tempat merokok kosong melompong.



Foto di samping ini saya ambil di gedung +Itc Roxy DKK ITC Roxy, Jakarta Barat. Ruang ini sudah nggak efektif lagi. Kenapa? Nggak ada orang yang memanfaatkannya. Hampir semua perokok bebas merdeka menghembuskan asap rokok di mana pun juga. Mau di dalam toko, di sepanjang jalan, maupun di footcourt yang ada di lantai 4. Tulisan DAERAH BEBAS ASAP ROKOK dengan logo sebatang rokok cicoret pakai tanda silang merah cuma basa-basi.

Kalo saya perhatikan, semua ITC membiarkan perokok merokok di dalam gedung. Silahkan cek sendiri mulai dari ITC Cempaka Mas, ITC Ambasador, maupun ITC di Roxy yang baru saya kunjungi lagi Sabtu ini. Memang sulit memberantas orang yang merokok di dalam pertokoan yang tertutup dan menggunakan penyejuk udara. Anda bisa bayangkan, kalo yang merokok itu jumlahnya 50% dan perokok pasif berjumlah 50%, maka sudah dipastikan 100% persen akan terinfeksi nikotin. Gokil kan?


Smoking room di +Mall of Indonesia (MOI) yang juga ikut-ikutan kosong. Tetapi para perokok nggak sembarangan merokok kayak di ITC. Di mal-mal kelas A ini masih punya sopan santun. Mereka yang merokok biasanya di cafe atau restoran yang menyediakan smoking room.
Padahal sulit membentantas, bukan berarti nggak mungkin diberantas. Orang yang tidak merokok berhak mendapatkan kualitas udara bersih tanpa asap rokok. Pihak gedung bisa saja membuat pasukan pengaman antirokok di dalam gedung. Pasukan-pasukan ini berpegang pada Undang-Undang (UU) yang dibuat pemerintah. Saya nggak yakin, mereka bakal kabur dari lokasi kios mereka gara-gara nggak boleh lagi merokok, wong omset mereka gede kok punya toko di situ. Rugi besar kalo mereka cabut.

+Pemda DKI Jakarta

Jumat, 05 Februari 2010

PENGEMIS METROPOLITAN

Meski sudah ada undang-undang yang melarang pemberian sumbangan kepada para pengemis di jalan raya, eksistensi pengemis tetap saja ada. Inilah realita yang terjadi di Indonesia. Mengemis bukan sekadar soal kemiskinan lagi, tetapi soal atittude si pengemis maupun si pemberi.



Pengemis merasa, mendapatkan uang yang paling mudah, ya dengan cara meminta-minta. Padahal masalah yang mereka hadapi bukan soal nggak mampu buat mencari uang, sehingga menyebabkan mereka miskin. Tetapi lebih karena mereka ingin instan mendapatkan uang. Setelah mendapatkan pengalaman dengan mengemis, mendapatkan uang secara instan, mereka jadi malas lagi bekerja. Yang terjadi pengemis ada di mana-mana di kota metropolitan ini.



Padahal saya banyak menjumpai orang-orang miskin yang bekerja keras buat mendapatkan uang tanpa harus mengemis. Para pekerja ini nggak membutuhkan modal, tetapi sekadar niat bekerja. Sementara di jalan-jalan raya, mereka yang sesungguhnya masih mampu buat bekerja, dengan enak cukup duduk-duduk di pingir jalan atau mengandalkan cacat tubuhnya buat meminta uang dari mobil ke mobil lain.

Selain dari kemalasan dan ingin mendapatkan uang secara instan, faktor lain yang menjadikan pengemis sulit diberantas, karena ada mafianya. Pengemis sudah menjadi industri yang menarik buat segelintir oknum orang yang memanfaatkan orang-orang miskin yang malas buat mengemis di kota metropolitan.

YANG PENTING BISA JUALAN

Kalo boleh bicara, pasti trotoar-trotoar yang ada di Indonesia akan protes. Ia akan mempertanyakan tentang keberadaan dirinya. Katanya, maksudnya kata trotoar, buat apa dibuat trotoar kalo nggak difungsikan sebagai tempat buat para pejalan kaki?



Pemerintah membuat trotoar sebagai sarana agar pejalan kaki nyaman berjalan. Kalo kendaraan bermotor sudah memiliki jalan beraspal, maka pejalan kaki punya trotoar. Namun agaknya pemerintah sendiri yang membiarkan para pedagang mendzolimi trotoar, sehingga trotoar digunakan buat kepentingan pribadi si pedagang.

Ini cuma di Indonesia, para pedagang dengan seenaknya menjadikan trotoar sebagai lokasi dagangan mereka. Nggak heran kalo para pejalan kaki justru malah mengalah dengan para pedagang. Aneh!

foto copyright by Brillianto K. Jaya

CUMA SOPIR BAJAJ DAN TUHAN YANG TAHU

Istilah itu sebenarnya ditujukan pada mereka yang attitude dalam berkendaraan minus sekali alias rendah. Mau mereka yang berkendaraan roda dua, maupun roda tiga atau mereka yang pakai mobil bekas yang sudah penuh karat atau mobil mulus seharga lebih dari 1 miliar kalo kelakuan berkendaraan di jalan raya rendah, pasti akan disamakan dengan sopir bajaj atau Tuhan. Intinya, mengejek.


Gaya berkendaraan dengan mengangkat satu kaki ala makan di warteg kayak begini selalu dilakukan oleh sopir bajaj.

Kenapa begitu? Sebab, pada saat berkendaraan, sopir bajaj itu seenaknya. Dia bisa menerobos jalan verbooden. Dia bisa membelokkan kendaraannya ke kanan atau ke kiri tanpa menggunakan lampu sen. Di bisa seenak udelnya menggantikan ban di tengah jalan dengan mengganjal satu ban dengan sebatang kayu (bukan pakai dongkrak).

Sebenarnya bukan cuma sopir bajaj yang punya atittude yang nggak ok. Banyak pengendara mobil mewah yang notabene kaum terpelajar, tetap punya kelakuan yang sama kayak sopir bajaj. Parkir ditanda dilarang parkir, menerobos lampu merah, dan aneka pelanggaran lalu lintas.

foto copyright by Brillianto K. Jaya

Kamis, 21 Januari 2010

DEMI MOBIL SESUAP NASI

Kata orang, tinggal di Jakarta kudu berani. Nggak malu, tapi no problemo kalo kita malu-maluin. Yang peting perut bisa kenyang. Sayangnya, prinsip tersebut malah menjerumuskan manusia menjadi orang yang melanggar norma-norma, termasuk norma agama. Dosa, menjadi sesuatu yang biasa.



Salah satu pekerjaan yang seringkali digosipkan penuh dengan kelicikan adalah tukang tambal ban. Lho, what's wrong with tukang tambal ban? Kalo cuma sekadar nambal ban barangkali nggak masalah. Namun yang terjadi, banyak tukang tambal ban yang melakukan tindakan kriminal guna mengejar perut supaya kenyang.

Modus operandi tukang tambal ban adalah menyebarkan paku atau benda-benda yang bisa membuat ban kempes ke jalan raya. Jaraknya seratus meter dari lokasi tempat mangkal tukang tambal ban. Paku disebarkan, ban kempes perlahan-lahan, dan tepat di jarak seratus meter dari paku-paku yang ditebarkan ada tukang tambal ban. Luar biasa bukan?

Banyak titik-titik dimana seringkali terjadi penebaran paku. Sudah banyak korban yang berjatuhan. Kondisi itulah yang membuat Polisi dan Departemen Perhubungan darat membuat sebuah tanda agar pengendara mobil atau kendaraan bermotor berhati-hati di lokasi yang biasa terjadi penyebaran paku.

all photo copyright by Brillianto K. Jaya

Sabtu, 16 Januari 2010

500 JUTA PER KAMAR!

Angka tersebut bukan harga mobil, bukan pula harga sebuah apartemen, tetapi sebuah kamar di penjara Cipinang. Inilah yang penulis kutip dari +DETIK NEWS, Sabtu, (16/1/2010).

"Di Rutan Cipinang, tarifnya bisa berkali-kali lipat," kata seorang istri narapidana yang minta dirahasiakan identitasnya saat dihubungi detikcom.

Biasanya yang menempati kamar seharga 500 juta perak itu adalah koruptor kelas kakap. Koruptor ini menjadi tambang emas oknum petugas rutan. Salah satunya, seorang mantan menteri departemen papan atas yang kini terjerat proses hukum di Tipikor.

"Istrinya setiap hari menangis. Saking banyaknya pungli," tambahnya. "Pungli mulai dari menyerahkan KTP untuk ditukar kartu pengunjung. Lalu di ruang serba guna Lapas Cipinang. Nanti, pada saat penggeledahan baju, diberi opsi, mau digeledah apa tidak, kalau tidak mau digeledah, kasih saja tips. Kalau mau digeledah, masih dipungut pungli juga, basa-basinya buat uang nitip hp," tambahnya.


Penjara Cipinang, Jakarta Timur. Kata mantan napi, ada uang ada kenikmatan. Sudah bukan rahasia lagi, pepatah itu berlaku di penjara. Mereka yang punya duit, akan bisa memiliki kenikmatan. Anehnya, kalo sudah lama ada, kenapa Menteri Kehakiman dari dulu nggak melakukan tindakan ya? Aneh! Jadi curiga...

Menurut data Indonesian Corruption Watch (ICW - +Johar Manikam), pungli di Penjara Cipinang *cc +Timothywilliam Purba*  mencapai Rp 4,8 miliar pertahun. Belum lagi pungutan dari remisi, pembebasan bersyarat, izin keluar untuk berobat hingga cuti menjelang bebas. Data ICW juga menyebutkan, pungli dari uang lauk pauk bisa mencapai angka Rp10,8 miliar per tahun.

"Setiap urusan tadi ada hitungannya. Untuk pembebasan bersyarat bisa sampai Rp 2,8 miliar per tahun. Dan untuk remisi bisa sampai Rp1,5 miliar per tahun," kata peneliti ICW, Illian Deta Arthasari.

JAKARTA'S ICONS

MONAS

Monumen Nasional or National Monument, which is located in the center of Jakarta, was built in the 1960s. The architects of this monument were Soedarsono and Frederich Silaban, with Ir. Rooseno as consultant.




On top of this monument is a flame of fire made of 14,5 tons of bronze plated with 35 kg of gold, which symbolizes the struggle of the Indonesia people to achieve independence.

KERAK TELOR

This is one of yummy dekicacy from Jakarta. The main ingredients are sticky rice, an egg (usually duck), ground dried shrimp, fried shallots, and dried shredded coconut. You can buy this snack in various places in Jakarta, especially in the month of June, around the time of Jakarta's anniversary.



ONDEL-ONDEL

Ondel-ondel is a pair of huge dolls that's featured at almost every celebration in Jakarta. The height of the dolls is about 2.5-3 meters with a body diameter of about 80 cm. Besides attire and hairstyle, what differentiate the gender is the color of the face: red for male and white for female.


BUSWAY


Started on January 15, 2004, the Transjakarta Bus or usually called "Busway" was inspired by Transmilenio, a successful bus system in Bogota, Colombia. The Busway was made to provide Jakartas with a more comfortable and reliable means of transportation.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya
all contents from C'n S vol 7 No.56 May-June 2008.

Minggu, 10 Januari 2010

SEBUAH PERLAWANAN KAUM TERTINDAS DENGAN KOIN

Nggak ada tokoh di dunia ini sehebat Pritta Mulyasari. Ketika pengadilan negeri memutuskan denda pada Pritta sebesar Rp 204 juta, perlawanan pun terjadi. Yakni perlawanan dengan koin.

Hampir 90% warga Indonesia mendukung gerakan koin peduli. Mereka melawan Rumah Sakit OMNI yang dianggap melakukan kedzoliman pada Pritta. Awal targetnya cuma membayar denda Rp 204 juta pada pihak pengadilan. Ternyata koin melebihi dari target, yakni sebesar Rp 810,940.