Meski di tembok sudah jelas-jelas dilarang memberi tip, kita tetap punya rasa nggak enak pada petugas parkir, ya nggak? Kita tetap ngasih duit, ya minimal 500 perak. Syukur-syyukur bisa ngasih 1.000 atau 2.000 perak. Kita pasti punya rasa kasihan.

"Kasihan ah sudah membantu kita parkirin mobil. Ngasih duit seribu nggak bikin kita miskin kan?"
Memang sih nggak miskin, tetapi kebiasaan melanggar dari rasa tidak enak itulah yang melahirkan mental-mental pelanggar. Orang Indonesia jadi terbiasa melanggar. Betul nggak sih?
"Ah, cuma begitu doang, kok. Nggak menyusahkan orang kan?"
"Ya, itung-itung bagi-bagi rezeki lah."
Begitulah alasan kita ketika melakukan "pelanggaran" kecil-kecilan dengan memberikan tip, termasuk saya kadang-kadang melakukan hal yang sama. Kondisi kayak begini, rasanya cuma ada di Indonesia.
photo copyright by Brillianto K. Jaya