Saya senang banget komunitas di Indonesia ini tumbuh pesat. Pasti semua komunitas punya tujuan mulia, termasuk komunitas motor. Kalo aksi sosial mah udah biasa. Yang dipentingkan justru pembelajaran kedisiplinan. Tanpa kedisiplinan, nggak akan mungkin terjadi sebuah lalu lintas yang lancar, selancar air sungai.
Saya seringkali penasaran ingin menanyakan pada seluruh komunitas motor di tanah air ini, apakah ada salah satu agenda komunitas mereka adalah mendidik masalah kedisiplinan berlalu lintas. Kalo pun ada, apakah kemudian direalisasikan di jalan raya? Padahal kalo kita hitung-hitungan, ada 100 komunitas motor, dimana masing-masing punya anggota minimal 50 orang, artinya ada 5.000 orang. Nah, kalo ada 5.000 pengendara motor yang sudah mengikuti pendidikan kedisiplinan dan menerapkan di jalan, maka akan ada 5.000 pengendara motor yang disiplin.
Dari 5.000 pengendara bermotor yang disiplin itu mengajarkan soal kedisiplinan berkendaraan -termasuk mematuhi rambu-rambu-, maka akan ada para pengikutnya. Kalo 1 pengendara mengajarkan ke 1 penggendara motor lain, maka akan ada 1.000 orang pengendara motor yang disiplin. Luar biasa bukan? Sistem ini mirip Multi Level Marketing (MLM).
Sayang seribu kali sayang, sampai detik ini tingkat kedisiplinan kendaraan bermotor nggak berubah, bahkan kayaknya lebih parah. Mungkin sudah terlalu banyak yang punya motor kali ya? Dan karena nggak disiplin, kejadiannya pun kayak begini, deh....
Trotoar sebagai pembatas jalan pun dihajar demi mengejar waktu. Padahal ada belokan yang nggak jauh-jauh amat dari tempat situ.
Meski sudah ada larangan memarkir kendaraan di jalur hijau, tetap aja parkir di situ. akibatnya rumput yang seharusnya tumbuh, eh jadi "botak".
Nggak pernah berniat berhenti di belakang garis zebra cross. Selalu di depan garis atau berada di bawah jembatan, berharap begitu ada kesempatan menggeber motor,ya digeber, meski lampu lalu lintas belum menunjukan warna hijau sebagai tanda silahkan jalan.
Saya yakin, mereka melakukan pelanggaran itu atas kesadaran dan
kemudian akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap lazim. Entahlah mereka
(para pelanggar) sadar juga apa enggak, bahwa mereka mewarisi generasi
yang TIDAK DISIPLIN. Betapa tidak, baik anak-anak muda maupun
bapak-bapak, ibu-ibu, menjadi langganan melanggar. Anak-anak muda
berseragam sekolah, melanggar. Bapak-Bapak atau Ibu-Ibu yang
mengantarkan anak-anak mereka sekolah melanggar.
Anak-anak
yang masih kecil sudah terbiasa melihat Bapak dan Ibunya menerobos
lampu merah, berhenti di garis zebra cross, melawan arus, nggak pake
helm, dan aneka pelanggaran lain. Anak-anak mereka terlatih untuk
melihat pelanggaran yang terjadi, sehingga mereka pun menyimpulkan...
1. Lampu merah tetap boleh jalan
2. Tanda verdoben tetap bisa dilalui
3. Tidak pakai helm, no problem
4. Naik trotoar, it's OK
5. dll
Itulah Indonesia! Negara muslim terbesar. Yang katanya memiliki sopan santun dan berbudaya luhur.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Apa Sih Beda Kebab Turki dengan Kebab Yordania?
3 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar